10 Amalan Sunnah di Hari Raya Idul Adha beserta Dalilnya


Idul Adha disebut juga idul qurban, kurang dari seminggu lagi kita akan sampai di hari idul qurban (10 Dulhijjah 1438 H = Jumat, 1 Sept 2017 M) yang merupakan salah satu dari dua hari raya umat Islam.
Banyak amalan amalan yang di contohkan oleh Nabi Muhammad SAW pada hari tersebut agar Idul Adha penuh dengan pahala berlipat ganda dan keberkahan di dalamnya.

Dalam kesempatan kali ini Sirotii akan membahas amalan sunnah yang di contohkan Nabi SAW beserta dalilnya supaya mendapat pahala bagi yang membagikan artikel ini dan bagi yang mengamalkan amalan sunnahnya, 

Berikut ini 10 amalan sunnah di Hari Raya Idul Adha yang perlu diketahui dan diamalkan:

1. Mengumandangkan Takbir

Dalam pelaksanaan takbir terdapat beberapa perbedaan antara Takbir pada hari raya Idul Fitri dan Idul Adha, akan tetapi kali ini penulis fokus untuk membahas Takbiran Idul Adha. 

Takbiran pada Hari Raya Idul Adha terbagi menjadi dua:

Yang Pertama : Takbiran yang tidak terikat waktu (Takbiran Mutlak)

Takbiran hari raya yang tidak terikat waktu adalah takbiran yang dilakukan kapan saja, dimana saja, selama masih dalam rentang waktu yang dibolehkan.

Takbir mutlak menjelang idul Adha dimulai sejak tanggal 1 Dzulhijjah sampai waktu asar pada tanggal 13 Dzulhijjah. Selama tanggal 1 – 13 Dzulhijjah, kaum muslimin disyariatkan memperbanyak ucapan takbir di mana saja, kapan saja dan dalam kondisi apa saja. Boleh sambil berjalan, di kendaraan, bekerja, berdiri, duduk, ataupun berbaring. demikian pula, takbiran ini bisa dilakukan di rumah, jalan, kantor, sawah, pasar, lapangan, masjid, dst. Dalilnya adalah: 

a. - Allah berfirman, yang artinya: “…supaya mereka berdzikir (menyebut) nama Allah pada hari yang telah ditentukan…” (Qs. Al Hajj: 28) 

- Allah juga berfirman, yang artinya: “….Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang…” (Qs. Al Baqarah: 203) 

Penjelasannya atau Tafsirnya: 

Yang dimaksud berdzikir pada dua ayat di atas adalah melakukan takbiran 
Ibn Abbas radhiyallahu ‘anhuma mengatakan: “Yang dimaksud ‘hari yang telah ditentukan’ adalah tanggal 1 – 10 Dzulhijjah, sedangkan maksud ‘beberapa hari yang berbilang’ adalah hari tasyriq, tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah.” (Al Bukhari secara Mua’alaq, sebelum hadis no.969) 

Dari Sa’id bin Jubair dari Ibn Abbas, bahwa maksud “hari yang telah ditentukan” adalah tanggal 1 – 9 Dzulhijjah, sedangkan makna “beberapa hari yang berbilang” adalah hari tasyriq, tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah. (Disebutkan oleh Ibn Hajar dalam Fathul Bari 2/458, kata Ibn Mardawaih: Sanadnya shahih) 

b. Hadis dari Abdullah bin Umar, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidak ada amal yang dilakukan di hari yang lebih agung dan lebih dicintai Allah melebihi amal yang dilakukan di tanggal 1 – 10 Dzulhijjah. Oleh karena itu, perbanyaklah membaca tahlil, takbir, dan tahmid pada hari itu.” (HR. Ahmad & Sanadnya dishahihkan Syaikh Ahmad Syakir) 

c. Imam Al Bukhari mengatakan: “Dulu Ibn Umar dan Abu Hurairah pergi ke pasar pada tanggal 1 – 10 Dzulhijjah. Mereka berdua mengucapkan takbiran kemudian masyarakat bertakbir disebabkan mendengar takbir mereka berdua.” (HR. Al Bukhari sebelum hadis no.969) 

d. Disebutkan Imam Bukhari: “Umar bin Khatab pernah bertakbir di kemahnya ketika di Mina dan didengar oleh orang yang berada di masjid. Akhirnya mereka semua bertakbir dan masyarakat yang di pasar-pun ikut bertakbir. Sehingga Mina guncang dengan takbiran.” (HR. Al Bukhari sebelum hadis no.970) 

e. Disebutkan oleh Ibn Hajar bahwa Ad Daruqutni meriwayatkan: “Dulu Abu Ja’far Al Baqir (cucu Ali bin Abi Thalib) bertakbir setiap selesai shalat sunnah di Mina.” (Fathul Bari 3/389) 

Yang Kedua : Takbiran yang terikat waktu 

Takbiran yang terikat waktu adalah takbiran yang dilaksanakan setiap selesai melaksanakan shalat wajib. Takbiran ini dimulai sejak setelah shalat subuh tanggal 9 Dzulhijjah sampai setelah shalat Asar tanggal 13 Dzulhijjah. Berikut dalil-dalilnya: 

a. Dari Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu, bahwa beliau dulu bertakbir setelah shalat shubuh pada tanggal 9 Dzulhijjah sampai setelah dluhur pada tanggal 13 Dzulhijjah. (Ibn Abi Syaibah & Al Baihaqi dan sanadnya dishahihkan Al Albani) 

b. Dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, bahwa beliau bertakbir setelah shalat shubuh pada tanggal 9 Dzulhijjah sampai ashar tanggal 13 Dzulhijjah. Beliau juga bertakbir setelah ashar. (HR Ibn Abi Syaibah & Al Baihaqi. Al Albani mengatakan: “Shahih dari Ali radhiyallahu ‘anhu“) 

c. Dari Ibn Abbas radhiyallahu ‘anhu, bahwa beliau bertakbir setelah shalat shubuh pada tanggal 9 Dzulhijjah sampai tanggal 13 Dzulhijjah. Beliau tidak bertakbir setelah maghrib (malam tanggal 14 Dzluhijjah). (HR Ibn Abi Syaibah & Al Baihaqi. Al Albani mengatakan: Sanadnya shahih) 

d. Dari Ibn Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, bahwa beliau bertakbir setelah shalat shubuh pada tanggal 9 Dzulhijjah sampai ashar tanggal 13 Dzulhijjah. (HR. Al Hakim dan dishahihkan An Nawawi dalam Al Majmu’) 

Selain perbedaannya, ada juga persamaan diantara keduanya seperti Takbiran Idul Adha ini bisa dilakukan oleh siapa saja dan di mana saja. Baik laki-laki maupun perempuan, dewasa maupun anak-anak, semua disunnahkan takbiran. Bahkan untuk takbir muthlak disunnahkan sejak tanggal 1 Dzulhijjah.

2. Mandi sebelum melakukan Shalat Ied

Sebagaimana salat Jumat, Nabi SAW selalu mandi sebelum berangkat ke tempat salat Id, baik salat Idul Fitri maupun Idul Adha.

Dalam hadir riwayat Ibnu Majah, Nabi SAW bersabda: " Dan dari Amdullah bin Abbas Raliyallahu Anhuma, ia berkata, 'Bahwasannya Nabi Sallallahu Alaihi wa Sallam mandi pada hari Idul Fitri dan Idul Adha." 

3. Memakai pakaian terbaik untuk melaksanakan Shalat Ied

Umat Islam disunnahkan untuk memakai pakaian terbaik yang dimilikinya untuk shalat Idul Adha. Yakni pakaian yang paling bagus dan cocok untuk shalat.

Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kami untuk memakai pakaian terbaik yang kami miliki pada dua hari raya” (HR. Hakim)

4. Memakai minyak wangi

Selain disunnahkan memakai pakaian terbaik, disunnahkan pula memakai minyak wangi khususnya saat menghadiri shalat Idul Adha. Sebagaimana lanjutan hadits tersebut: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kami untuk memakai pakaian terbaik yang kami miliki pada dua hari raya dan memakai minyak wangi” (HR. Hakim)

5. Makan setelah shalat Ied

Berbeda dengan shalat Idul Fitri yang disunnahkan untuk makan terlebih dahulu sebelum berangkat shalat Id, pada Idul Adha disunnahkan makan setelah shalat Id.

Dari ‘Abdullah bin Buraidah, dari ayahnya, ia berkata,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لاَ يَغْدُو يَوْمَ الْفِطْرِ حَتَّى يَأْكُلَ وَلاَ يَأْكُلُ يَوْمَ الأَضْحَى حَتَّى يَرْجِعَ فَيَأْكُلَ مِنْ أُضْحِيَّتِهِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berangkat shalat ‘ied pada hari Idul Fithri dan beliau makan terlebih dahulu. Sedangkan pada hari Idul Adha, beliau tidak makan lebih dulu kecuali setelah pulang dari shalat ‘ied baru beliau menyantap hasil qurbannya.” (HR. Ahmad 5: 352.Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan) 

6. Berangkat shalat Idul Adha seawal mungkin

Disunnahkan untuk berangkat shalat Idul Adha seawal mungkin. Yakni setelah shalat Subuh, atau beberapa waktu setelah itu dikarenakan pada hari itu juga akan dilaksanakan penyembelihan Qurban.

7. Menempuh jalan yang berbeda ketika pergi dan pulang shalat Ied

Disunnahkan untuk menempuh jalan yang berbeda antara pergi dan pulang shalat Idul Adha. Jadi ketika pergi ke lapangan melewati satu jalan, hendaknya pulangnya melalui jalan yang lain.

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika shalat ‘Id, beliau lewat jalan yang berbeda ketika berangkat dan pulang.“ (HR. Al Bukhari)

8. Jalan kaki menuju tempat shalat Idul Adha

Jika memungkinkan, disunnahkan untuk berjalan kaki menuju lapangan tempat shalat Idul Adha sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berangkat shalat ‘id dengan berjalan kaki, begitu pula ketika pulang dengan berjalan kaki.“ (HR. Ibnu Majah)

9. Mengajak serta wanita dan anak-anak

Sebagian ulama berpendapat bahwa shalat Idul Adha adalah wajib. Sedangkan mayoritasnya berpendapat hukumnya sunnah muakkad. Lepas dari perbedaan pendapat ini, Rasulullah memerintahkan wanita dan anak-anak untuk ikut serta shalat Id. Bagi wanita yang sedang haid, mereka tidak ikut shalat tetapi ikut mendengarkan khutbah dari tepi/pinggir lapangan tempat shalat.

10. Menyembelih Qurban

Sunnah ini khusus pada Idul adha dan tidak ada di waktu yang lain. Yaitu disunnahkan untuk menyembelih hewan qurban pada Idul Adha (tanggal 10 dzulhijjah) setelah shalat Id, hingga hari tasyrik (tanggal 11-13 Dzulhijjah).

Demikian amalan yang di sunnahkan Nabi SAW, semoga kita mendapat keberkahan dan sampai umur kepada Hari Raya Idul Adha pada tahun ini. 

Aamiin yaa robbal 'alamiin.
Wallohu a'lam bishowab.

You might also like

1 Comments:


EmoticonEmoticon